Catatan untuk TARLING is DARLING - Pantura (Film)
Indonesian Film coming soon 2017 Hal yang paling klise adalah dua jalan dari seni, idealisme dan bisnis. Bagaiman di era globalisasi dan digital ini, musik Dangdut Tarling Patura bukannya punah, malah berkembang pesat bagaikan jamur. Inilah Home Entertaiment Industri, sebuah hiburan yang diciptkan dan dinikmati masyarakatnya.
Jumat, 21 Juni 2019
APA ITU TARLING, BUKAN SEJARAH TARLING.
Diantara musik tradisional Indonesia, terlalu banyak percampuran di dalamnya saat ini.
Ini mungkin karena banyaknya waktu melamun dan nongkrong di budaya Indonesia sehingga semua apa pun akan menjadi seni.
Lihat aja saat membangunkan orang Sahur saat puasa, mulai dari beduk, kentongan, hingga kaleng rombeng pun dibunyikan untuk membangunkan orang untuk Sahur. Mulai lah apa yang di pukul itu menjadi irama, dan teriakan lambat-laun menjadi lantunan, akhirnya bunyian yang sudah berirama itu bersinegri dengan teriakan yang akhirnya menjadi lantuan selaras dengan rytme, lalu jadi lah sebuah karya seni.
Membangunkan orang Sahur tergantung dari iramanya, ada yang konstan, ada yang berawal dari hentakan lalu lambat laut menjadi syahdu, ada juga dengan bit bersemangat.
Lalu apa jadinya kalau sejumlah anak muda yang susah tidur di malam hari, sambil memukul-mukul apa yang bisa di pukul, lalu dengan irama yang teratur, dan tanpa di sadari mulut akan mengeluarkan suara, kata, kalimat sehingga menjadi lantunan sesuai apa yang ada di otak dan pikiran, lalu jadilah sebuah lagu. Kalau pun di suruh ulangi lagi di malam berikutnya, belum tentu sama persis. Mungkin sama seperti sejumlah musisi sedang nge-Jam,...asal main, ikuti pikiran dan hati, makan apa yang keluar dari mulut itul;ah syair.
Kalau ada pantun, kalau ada puisi, lalu diiringi dengan alat musik, makan jadilah sebuah lagu. Bolot di pukul satu ketukan, lalu panci di pukul 1/2 ketukan, lalu sendok garpu di pukul dengan ketukan yang lain,...maka akan menjadi Rytme. Lalu mulut mengucapkan kalimat pembuka, lalu terus bercerita tentang ssebuah cerita dimana sytme itu terus mengiringinnya,....itulah TARLING.
Sangkin serunya mulailah di nyanyikan dengan beradegan, lalu ada penontonnya. Sehingga menjadi Drama Tarling. Penonton terhibur, karena jalan ceritanya biasanya yang ada di sekira mereka, paling sering adalah perjodohan, percintaan, atau percintaan yang tak di restuin keluarga. Di sela-sela adegan, mereka bernyanyi. Inilah seni yang sudah lama ada di Wayang, di mana Sinden menyanyikan adegan, dan dalang mengucapkan adegan sesuai naskah.
Oke singkat saja tentang TARLING.
Sesuai dalam Film Tarling is Darling seorang Kiyai menyatakan artinya en wis mlatar gage eling (Andai banyak berdosa segera bertaubat). Tarling, Tar...Eling..(Nanti Taubat).
TARLING = GITAR + SULING, iya juga....bebas saja.
Kalau di tarik jaman wayang, di Indramayu, makan jangan kaget Tarling sudah ada di tahun 1931 di Desa Kepandean, Kecamatan/Kabupaten Indramayu. (mereka menyebutnya saat ini kampung tarling dan ada patung orang dengan Gitar Dan Sulingnya, cuma patunya warna hitam sehingga tidak terlihat patung itu secara jelas, seperti bayangan hitam saja.)
Jaham, tokoh dari Film Tarling is Darling bilang, Gitar itu milik Spanyol, entah kenapa beredar Gitar kepunyaan wong Blanda di perbaiki tapi tidak diambil sama yang punya, sehingga tukang memperbaiki gitar ini Kang Sakim memainkannya. Karena Kang Sakim ini tukang perbaiki gamelan juga, maka dia memainkan dengan nada-nada gamelan. Entah dari mana Kang Sakim ini bisa main gitar, atau asal genjeng saja sesuai hatinya. Padahal dia orang Indramayu.
Lalu suling, Kata Kang Jaham, lagi di dalam Making of Tarling is Darling, yang ada di Youtube, suling milik orang Jepang, saat kalah perang sulingnya ketinggalan, lalu di mainkan oleh orang Indramayu.
Lalu entah dari mana ketemunya Gitar dan Suling?, Mungkin mereka teman satu nongrong, lalu asal membunyikan saja. Karena mereka dari ahli gamelan, maka intonasi yang keluar adalah gamelan, lalu mulai lah mulut mengeluarkan kata, kalimat hingga cerita pendek yang membuat mereka tertawa. Lalu yang lain mengambil panci, ceret kopi mreka dan botol untuk menjadi pekusinya,...lalu mereka main bersama. Sangkin serunya cerita-cerita lucu yang tercipta saat itu maka, mereka memperagakan lantunan itu menjadi adegan dadakan. Lalu makin banyak yang nongkrong plus nonton kelucuan mereka.
Selain gamelan dan wayang kulit di Indramayu, banyak juga tontonan sandiwara panggung, alian wayang orang yang di Iringi gamelan. Pantesan saja anak nongkrong ini sudah terbentuk pikirannya seperti wayang orang di atas panggung dengan cerita-cerita dari wali songo.
Orang seperti Jaham, terbisa menciptakan lagu dalam hitungan jam, perjam.
Karena mereka terbiasa apa saja bisa dilantunkan dan menjadi syair. sehingga gampang untuk mencari rytmenya.
Sugra dan temannya sering di panggil manggung di hajatan dengan gelar tikar dan lampu petromax.
Drama-drama yang muncul Saida-Saeni, Pegat Balen, maupun Lair Batin merupakan cerita-=cerita legenda setempat yang dihubungkan dengan kisah nyata dan mitos.
Jadilah tahun 1962 Badan Pemerintah Harian daerah saat itu tanggal 17 Agustus di resmikan bahwa TARLING sebagai nama resmi jenis musik itu. Dari pada mereka menyebutnya yang aneh-aneh, seperti Melody Kota Ayu (Indramayu), atau Melody kota Udang (Cirebon). Juga saat itu RRI (Radio Republik Indonesia) Cabang daerah, kesulitan meyebut jenis musik ini, lalu resmi juga di sebut TARLING.
Mulai lah resmi nama TARLING, hingga muncul nama-nama lainnya seperti JAYANA, Jayana ini yang paling terkenal dalam menyebut TARLING, bahkan di mitoskan dia juga yang mempopulerkan TARLING pada awalnya, lalu ada CARINIH, YAYAH KAMSIYAH, Hj DARIYAH dan DADANG DARMIYAH, mereka ini adalah orang-orang yang melantunkan TARLING dan akhirnya terkenal sehingga mereka di sebut itu andil mempopulerkan TARLING di tahun 1950’an, termasuk UCI SANUSI.
Tahun 1960’an muncul yang baru lagi, ABDUL ADJIB, dari desa Buyut kecamatan Cirebon Utara dan Sunarto Martaatmadha dari desa Jemaras, Cirebon. Lulut Casmaya dari Kabupaten Majalengka.
Dari Hj DARIYAH, muncullah muridnya Mamat Surahmat yang menggabungkan Dangdut Tarling. Lalu ada juga Pepen Effendi yang juga menggabungkan Dangdut Tarling.
Ada yang lebih seru, Nano Romanza. Dia pesaing Rhoma Irama, dengan group ROLISTA (Rombakan Linkungan Seni Tarling). Dia yang mencampurkan secara terpisah, DRama Tarling yang di iringi musik dan nyanyian, lalu part berikutnya Dangdut. Sehingga menjadi Drama Tarling Plus Dangdut. Dia lah yang membuat Drama Tarling dan dangdut satu panggung. Hal ini untuk membuat penonton tidak jenuh.
Yang menarik dari Nano Romanza adalah, dia membuat musik seperti dalang, dia menggunakan bahasa Jawa Indramayu, ada pembukaan dan lagu-lagunya sesuai dengan dalang yang di iringin musik dangdut sangat Jawa dengan intonasi gamelan. Dari sini orang mulai berfikir dangdut yang berbahasa Jawa dengan intonasi gamelan. Dan lantunan cengkok Sinden wayang di pakai untuk penyanyi. Intinya adalah bagaimana wayang dan sinden itu pindah dalam satu jenis musik yang akhirnya mereka menyebutnya Dangdut Jawa/Indramayu, sehingga lama-kelamaan menyebutnya Dangdut Tarling.
Tarling berproses di berbagai daerah dengan pemikiran dan krteatif masing-masing, sehingga Tarling ini sangat beragam dalam pencampuran dengan Dangdutnya. Tetapi yang paling khas dari Tarling Dangdut adalah cengkok penyanyinya yang sangat Sinden wayang Jawa Barat, lalu melodinya yang berbasis gamelan Jawa Barat.
Yang hampir berbarengan ada Yoyo Suwaryo. saat itu masih gabung dengan Hj DARIYAH - Tarling Cahaya Muda -
Intinya, dari Tongkrongan menjadi seni, dan seni itu mulai di suaki, panggilan manggung hajatan, hingga mencetak lagu di pita kaset dan jadilah sebuah kepopoleran yang di cintai Rakyatnya. DRama yang sangat akrab dengan masyarakat, problem dan mitos sesuai dengan lyrik lagu, menjadikan mereka cepat populer di wilayah mereka.
Siring melejitnya populer musik ini, hajatan banyak dan rekaman lagu pun banyak, lalu muncula penyanyi-penyanyi yang di sukai karena lagu-lagu yang bagus.
Drama yang terminal dalam TARLING
1. Baridin, karya Abdul Adjib
2. Saedah Saeni, karya Uci sanusi
3. Ajian Semar mesem
4. Kang Ato Ayame Ilang (Gandrung Kapilayu), karya Sunarto MA.
5. Sruet (Nyupang Kuntilanak) tarling Cahaya Muda/H. T Ma’mun
Lagu Hits
1. Warung Pojok, Hj. Uun
2. Kembang Boled, Cipt. Hj. Abdul Adjib
3. Nambang Dawa, Ini Damini
4. Manuk Dara Sepasang, Hj. Dariyah
5. Sulaya janji, Hj, Dariyah
6. Pemuda Idaman, Itih, S
7. Jawa Sunda, Yoyo Suwaryo
8. Mboke Bocah, Yoyo Suwaryo
9. Pengen Dikawin, Dewi Kirana
10. Sewulan Maning, Aas Rolani, dst.
Grup-grup Tarling :
1. Putra Sangkala, pimpinan H. Abdul Adjib
2. Nada Budaya, pimpinan Sunarto martaatmadja
3. Kamajaya Grup, pimpinan Udin Zaen
4. Primadona, pimpinan Pepen Effendi
5. Cahaya Muda, pimpinan H. Ma'mun/Hj.Dariyah
6. Bhayangkara Putra Buana
7. Chandra Lelana, pimpinan Maman Suparman
8. Jaya Lelana, pimpinan Jayana
9. Dharma Muda, pimpinan Yoyo Suwaryo
Sabtu, 11 Mei 2019
TARLING memang DARLING
Halo Mas Ismail,
Terima kasih atas
akses yang diberikan untuk menonton film Tarling is Darling. Setelah sebulan
memproses beberapa material termasuk film buatan Mas Ismail, saya memiliki
sedikit pertanyaan.
Sebetulnya, hal yag
membuat saya paling penasaran adalah 2 hal: kenapa dangdut, terutama dangdut
tarling,
Pertama kali saya dengar musik itu saat
saya membuat film Masked Monkey (Topeng Monyet), kebetulan hampir seluruh
pekerja dan majikannya mereka yang berasal dari Indramayu dan Cirebon yang
tinggal di Jakarta. Mereka suka memutarkan lagu Tarling Dangdut itu agar monyet
beratraksi. Dari situ saya suka musik itu, walaupun saya tidak tahu artinya.
Saat itu saya sudah putuskan harus membuat film tentang Dangdut Tarling, dan akan
datang ke Indramayu.
Note: Banyak
yang alergi dengan musik yang satu ini, walaupun saya penggemar musik rock dan
Metal, bahkan juga sempat belajar musik klasik, tapi ada sesuatu yang menarik
dengan musik Dangdut Tarling ini.
Indonesia sebenarnya kaya akan musik,
terutama Dangdut. Ada banyak jenis nya, Dangdut Koplo (Jawa Timur- mengusung
musik dari Reog/karena gendang dan hentakannya), Campur Sari (Jawa Tengah,
pelan dan konstan seperti rytem gamelan Jawa Tengah), Tarling (Jawa Barat,
Cantik, sexy dan menggoda, Lembut walaupun rytemnya agak cepat mengikuti
gamelan, Suling dan Gendang Jaipongan ala Sunda). Dangdut Melayu (Riau-Pekan
Baru, memakai unsur Accordion dan biola, jatuhnya berdendang, bukan berjoget
atau goyang), Dangdut Ke Indiaan (Dengan gendang khas India/dangdut pentolannya
Arafik, Elia Kadam), Dangdut Ke Araban, dan juga Dangdut Nasional (Rhoma Irama,
karena memakai lirik bahasa Indonesia).
Dan saya setuju, Dangdut adalah musik
ciri khas Indonesia, dan Tarling, Campur sari, dan Koplo adalah musik asli
Indonesia yang berkembang sesuai jamannya, saya menyebutnya musik Kontemporer,
yang berasal dari rytem gamelan. Saat ini mereka menggunakan Keyboard, dan
saxophone, -mencampurkan tanpa merubah sifat aslinya. Kalau Jazz, pop, rock dan
lainnya adalah musik Import. Artinya, Indonesia punya musik asli, kenapa ini
tidak menjadi jati diri saja. Dan kebetulan saat itu saya baru menyukainnya.
dan
bagaimana Mas Ismail memulai riset sebelum produksi film ini. Riset disini
lebih mengacu ke pertanyaan apa saja yang Mas Ismail ajukan dan kepada
siapa?
Kamu bisa bayangkan, film yang kamu
tonton itu di Shooting oleh satu orang- tanpa Asisten/crew. Alasannya, karena
saya tidak mampu bayar orang (asisten/crew langganan saya), karena uang dari
kantong sendiri.
Ini bukan pertama kali saya lakukan,
datang ke sebuah daerah tanpa mengenal daerah itu dan orang yang saya tuju.
Jadi saya datang ke Indramayu pertama kali, langsung membawa peralatan untuk
shooting. Saya lebih menyukai reserch sambil shooting.
Keuntungannya adalah: Jika ada sesuatu
hal, maka saya bisa langsung shooting, yang ke dua adalah, membiasakan
mendatangi mereka dengan kamera, agar mereka nantinya terbiasa dengan kamera
selanjutnya.
Kerugiannya, memang shooting tidak
terarah, dan juga shooting tidak terlalu sempurna, karena mereka masih banyak
bertanya ke saya dan sebagainya, malu-malu dan sebagainnya. Tetapi banyak
meteri yang bisa di pakai/baik saat reserch.
Satu minggu saya reserch dan
membiasakan diri mereka dengan kamera, setelah saya cek hasil apa yang saya
shoot, baru saya tahu apa yang saya akan bikin.
Dulu, saya terlalu banyak melihat di
youtube, cukup jorok, sehingga itulah yang ada di benak saya. Tetapi ketika
saya ada di sana, hampir tidak ada seperti itu. Itu hanyalah satu banding
seratus. Tetapi ada hal yang menarik lainnya yaitu Indrustri musik itu sendiri.
Saya menyebutnya Home Entertaiment Industri Kreatif. Bagaimana tidak ada 500'an
studio rekaman di Indramayu, ada ribuan penyanyi, ada ribuan pimpinan/group,
ada bayak sekali lagu yang tercipta, ada ratusan video klip yang mereka bikin,
dan ada ratusan video klip yang tayang di TV lokal (Cirebon TV & Radar TV),
di jual di VCD/CD di pasar-pasar dan sebagainya. Ada ratusan lebih panggung
hajatan setiap kali musim panen. Artinya ini luar biasa sekali, perputaran uang
banyak sekali, dan ini besar.
Mereka mencetak VCD/Video klip itu di
Jakarta,disc itu datang ke mereka dengan gelondongan seperti kain gulung, lalu
mereka masukan ke bungkus satu persatu, lalu edarkan dengan cara di jual di
Panggung, berteman sama bajakan, lalu muncul di semua pasar di desa, kecamatan
dan bahkan sampai luar Jawa.
Ini yang saya tidak lihat di daerah
lain, termasuk Koplo dan Campur Sari. Dan Di Indramayu, panggung hanya ada
ketika adanya hajatan kawinan dan sunatan. Karena itu, saat musim panen adalah uang
banyak, saatnya hajatan dan panggung akan sibuk sekali.
Masuk ke Indramayu tidak mudah, 6 bulan
saya di bohongi banyak orang, uang habis, dan sebagainya. Tidak ada yang
percaya bahwa saya mau bikin film, karena banyak juga yang seperti itu, tapi
ujung-ujungnya Modus, pacari penyanyi, kawini, lalu plorotin uangnya,
diiming-iming sukses, lalu bawa kabur uang mereka. Ini lah yang mereka lihat
saya waktu itu. Dan saya tidak kapok, sampai mereka bingung juga, saya balik
lagi dan bersikap biasa saja sama mereka yang dulunya bohongi saya. Problem
paling banyak adalah suami cemburu dan sebagainnya. Sampai suatu saat saya
ketemu Jaham.
Melihat sosok dia saat itu seperti
pandangan pertama, dengan gaya kacamata hitamnya (walaupun itu di malam hari),
dengan rambut kuncirnya. Saya langsung bilang,...ini dia yang saya cari...
Dan benar saja, dia musisi senior, dan
dia cukup dikagumi juga di wilayah itu. Saya kenalan, dan mengutarakan niat
bikin film, dia sempat bingung dan tanya,...
"Kamu ini aneh, bukan orang sini,
bukan mau modus cari cewek, istri dan keuntungan uang dari sini, kamu malah
buang uang untuk memfilmkan ini semua. Apa kepentingan kamu membuat film
ini?"
Saya hanya jawab,"Saya hanya suka
musiknya"
Lalu saya tinggal di rumah Jaham,
seperti dalam film itu. Jadilah Jaham dan saya seperti keluarga sampai saat ini
juga.
Saya
juga harus menyampaikan bahwa saya cukup kagum karena Mas Ismail bisa
mendokumentasikan momen-momen yang notabene cukup intim, seperti saat Kang
Jaham mulai menulis lagu 20 nama Allah dalam posisi duduk mesra, ditemani
bocah-bocah yang mengintip. Selain itu, ada juga momen kecemburuan istri dari
Kang Jaham saat ada tamu yang datang untuk "belajar". Apakah ada
sedikit cerita dibalik momen-momen ini yang dapat Mas Ismail sampaikan?
Saya selalu menyukai membuat film
dengan tema apa saja, karena ada daya tarik saya untuk memahami mereka, memahami
situasi, sosial dan sebagainnya. Karena itu yang saya cari bukan obyek untuk
karakter dalam film saya, tetapi mencari teman baru, yang lalu saya jadikan
karakter dalam film. Setelah film selesai kita terus berteman. Setelah film
ini, yang dulunya saya tidak punya teman satu pun di Indramayu, sekarang saya
punya ratusan teman di sana, dari berbagai profesi. Jadi yang kamu lihat di
film itu adalah semuanya teman baru saya, termasuk para Kiyai itu.
Mungkin sifat memposisikan mereka
sebagai teman ini yang membuat mereka kalau saya shooting tidak serasa di
exploritasi. Bahkan mereka lah yang menghadirkan cerita dan moment buat saya.
Contoh: Saat Kiyai telpon Jaham di suruh datang menemuinya, tentu saya
tertarik. Bagaiman mungkin orang seperti Jaham, ada Kiyai yang mengundangnya ke
pesantrennya. Lalu saya ikut dan tentu bawa kamera, siapa tahu menarik. Benar
saja, ketika saya lihat Kiyai itu pertama kali, saya langsung shooting (Adegan
Kiyai menyuruh bikin lagu) setelah saya shooting, barulah saya berkenalan sama
Kiyai. Dan saya mengutarakan ketertarikan pada sosok Kiyai ini dan berharap,
dia mau saya shooting prosesnya pemesanan lagu ini. Dan dia setuju.
Saya tidak menyangka, teman yang
dimaksud Jaham sebagai teman yang tahu agama adalah Rere. Saya kira dia akan
datang ke Kiyai lain untuk membantunya. Tetapi Jaham merasa malu. Masak sifat
20 Allah saja harus tanya Kiyai, nanti saya di ketawain sama Kiyai, kan sifat
20 Allah itu adalah hafalan anak kecil. Adegan Jaham bikin lagu sama Rere itu
lama sekali, ada 3 jam lebih lamanya. Tentulah saya menghabiskan 3 jam durasi
shooting. Tapi di editing hanya segitu yang di pakai karena durasi film. Saya
kagum sama cewek itu, Rere. Dia jago Agamanya, ngajinya jago, lulusan sekolah
Islam, dan dia buta Aksara (Tidak bisa menulis latin, hanya Arab), karena itu
dia tuliskan dengan tulisan Arab. Hampir semua, mereka sekolah di sekolah Islam
dan pesantren, kenapa? Karena gratis. Pastilah Agamnya, ngajinya Jago. Tapi
sayang, setelah itu tidak ada banyak pekerjaan buat mereka, sehingga mereka
mudah melakukan apa saja. Jadi yang dimaksud Jaham temannya yang Jago agama
adalah Rere,..ya benar juga.
Anak-anak ngintip. Saya suka kejadian
ini, serasa kita kecil pasti mengalaminya. Anak-anak suka mengintip, bahkan saat penyanyi ganti baju,
manggung, mereka suka mengintip. Bagi anak-anak, mengintip bukan hal yang
jorok, cuma rasa penasaran dan keasyikan mereka saja. Saya tahu mereka
mengintip disaat saya keluar dari ruangan untuk cari angin sambil merokok, ketika
saya lihat ternyata kita di intip dan langsung saya shooting mereka. Sebenarnya,..
mereka ingin berangkat belajar mengaji di mesjid samping lokasi itu.
Saat Vina datang ke rumah Jaham.
Biasanya memang ada cewek yang datang belajar nyanyi. Tetapi kurang menarik buat
saya karena gemuk dan jelek, tentulah tidak menjadi masalah bagi istrinya.
Tetapi jika ceweknya Vina, pastilah akan menarik.
Sebenarnya saya sudah lihat Vina saat
keluar dari mobilnya, saya saja kaget kok ada cewek montok di kampung Jaham.
Dia sedang menelpon di mobil, lalu saya pulang ke rumah Jaham, dari situ saya
sudah ambil kamera, untuk shooting dia. Saat dia datang ke rumah Jaham -saya
shooting dari kejauhan, dan ternyata dai mendatangi rumah Jaham, saya kaget
juga. Dan dia bertanya sama Istri Jaham, mencari Jaham. Tentu lah ini menarik
dan ada apa ini. Saya ingin tahu selanjutnya. Istri Jaham ngomong sama saya dan
saya seenaknya masuk rumah Jaham (Memang saya tinggal di situ), sehingga Vina
melihat saya penghuni rumah Jaham. Jadi Vina tidak banyak tanya sama saya. Saat
menunggu Jaham pulang saya melihat istrinya cemburu dan was-was, tentulah hal
ini menarik buat saya. Saya sibuk memfilmkan istrinya. Saya hanya menduga, akan
ada peristiwa istrinya dan Jaham nantinya. Ini yang saya tunggu. Saya kira
istrinya akan ngamuk, ternyata tidak...tetapi dia pendam dengan expresi yang
dasyat. Dan saya suka jawaban Vina,( Sudah Menikah?...Sudah,...Sudah pernah.),
berarti Janda. Wah, Janda sangat di takuti di Indramayu bagi istri-istri yang
masih bersuami.
Jaham itu orang yang menarik dan unik,
saat Vina ke dua kali datang saja seperti itu, langsung ganti celana. Dan
langsung sok Ganteng. Tapi istri selalu
mengawasinya. Adegan itu cukup lama, dan saya memfilmkan semuanya, mondar
mandir, dari dapur, ruang TV, depan rumah dan lainnya. Saya terus pantau
perkembangan peristiwa ini. Saya hanya menduga, pasti ada sesuatu yang terjadi
untuk membubarkan adegan ini. Cuma ada dua kemungkinan dalam benak saya, Vina
mengiyakan ajakan Jaham belajar di luar, atau Istri akan marah-marah. Tetapi
yang terjadi hanya satu piring yang di banting, dan semuanya bubar. Saya kagum,
betapa hebatnya satu piring itu bisa membubarkan, pikiran jorok Jaham,
kekawatiran Vina, belajar menyanyi, dan pikiran aneh penonton juga. Semua
penonton menanyakan adegan ini. Saya hanya bilang, bahwa mereka lah yang
menghadirkannya ke saya, saya hanya memfilmkan mereka saja.
Saya
sempat mendengar bahwa proses produksi film ini adalah 3 tahun, seberapa lama
kah yang didedikasikan untuk pengambilan gambar, dan seberapa lama yang
dihabiskan untuk pendekatan ke para karakter yang Mas Ismail putuskan untuk
didokumentasikan?
Ya 3 tahun, karena penuh dengan
masalah. Selain saya datang dengan sendiri, berhadapan sama mereka, dan
lainnya. Selama 3 tahun itu saya tinggal di rumah Jaham. Jadi yang saya
shooting itu banyak sekali, tetapi yang ada di Film tidak lebih 1% dari
keseluruhan yang saya shoot selama 3 tahun.
Begini, ini juga yang membuat lama.
Saya research sambil memulai shooting. Jadi yang saya shooting itu adalah
peristiwa-peristiwa, yang saya anggap menarik. Di benak saya sudah ada filter,
ini penting, ini tidak. Jadi yang menarik bagi saya adalah semua hal yang
berhubungan dengan kehidupan seorang seniman musik dalam sebuah Industri lokal.
Mau itu melatih, bernyanyi, panggung dan semuanya yang berhubungan dengan, dan
juga dampak dari istrinya,...adalah wajib saya shoot. Dan saya tidak tahu pasti
jalan ceritanya. Bahkan, di editing barulah saya dan editor saya merakit
peristiwa satu persatu sampai jadi film. Dan ini juga prosesnya setahun di
Editing.
Ada sedikit bagian
dari Tarling is Darling yang membahas kerjasama antara produser dangdut dan
para pembajak. Pertanyaan saya terkait distribusi musik ini, apakah dangdut
perlu video klip? Apa yang dihighlight di video-video tersebut? Banyak yang
menjual musik dangdut dalam format MP3, yang kemudian bisa diputar dimana saja
termasuk angkot. Apakah video klip berfungsi sebagai alat jual untuk para artis
yang menonjolkan penampilan mereka?
Mereka adalah pelaku senior di sana. Awalnya
saya juga bingung saat shooting, kemana arah pembicaraan mereka. Mereka ngobrol
ngalar ngidul. Tetapi saat mereka membicarakan pembajakan saya tertarik. Saya
coba pahami, dan menurut saya ada benarnya juga pendapat mereka.
Artinya, sebenarnya mereka itu Home
Entertaiment Industri Kreatif. Mereka yang mengarang lagu, mereka juga
menyanyi, mereka juga memproduksinya, modalnya dari mereka, mereka juga yang
membuat video klipnya, mereka juga yang mencari pembajaknya, lalu bagi
keuntungan.
Beda kalau penyanyi atau pengarang lagu
lepas, di produksi oleh Lebel, dan diedarkan oleh distribusi. Ini pasti mereka
tidak menyukai pembajak.
Tapi yang dibutuhkan dari mereka adalah
distribusi. Dan pembajak adalah yang memiliki jaringan distribusi yang hebat,
sampai ke desa pelosok (Karena kalau ada pekan pasar pasti ada penjual VCD
bajakan dengan sepeda motornya), bahkanbisa sampai ke Papua. Kalau asli, hanya
ada di kota besar dan untuk desa pastilah tidak ada, dan tidak mungkin mereka
setiap hari ke kota besar, belum lagi harga mahal. Nah ini, tukang VCD dengan
motornya mendatangi kampung dan jual di pasar mereka, otomatis mereka membeli
yang itu saja, murah lagi. Cetak dengan kualitas jelek, jual harga miring, dan
cepat laku karena murah. Abis bikin master kasih saja ke pembajak, dia
gandakan, untung di bagi.
Dan ingat, di sana tiap tahun, penyanyi
seperti Dewi Kirana selalu memunculkan Album. Belum lagi penyanyi lainnya yang
selevel atau di bawah Dewi Kirana. Dan Dewi Kirana pasti membuat video klip
tiap lagu yang ada di album terbarunya. Kenapa harus ada video klip, karena
player sekarang memutar lagu plus dengan gambar lebih menarik dari pada suara
saja. Karena itu yang di jual adalah video klip/VCD, selain buat nongol di TV
lokal, penggemar bisa lihat wajah penyanyinya yang cantik, sexy dan sebagainya.
Banyak yang sukses juga penyanyi cantik suara biasa saja jadi ngetop gara-gara
video klipnya. Setelah mereka bikin klip, mereka masukan di TV lokal, lengkap
dengan kontak show no HP, (Siapa tahu mau panggilan hajatan, maksudnya), dan
acara di TV video klip itu penontonnya banyak juga lho. Mereka menyukainya,
tidak puas juga dengan TV,...mereka bisa beli Discnya di pasar/bajakan, tidak
puas juga, cari di youtube atau FB penyanyi, cari tahu penyanyi itu manggung di
mana hari ini, di Hajatan siapa dan desa mana, datangi, dan lihat aslinya di
panggung, jika suka, langsung joget bareng, sawer duit. Besoknya pantau lagi
dan datang lagi ke panggung dia berikutnya,...sampai ketagihan dan ngefans
berat.
Saya juga ngefans dengan Dewi
Kirana...hahhahahha...saya pernah coba joget dan nyawer tanpa saya pegang
kamera,...memang mengasyikan....
Jika saya boleh
sharing, saya sendiri memutuskan untuk mengangkat dangdut sebagai subjek final
production saya karena sifatnya yang cukup unik – ironis bahkan. Tapi seperti
yang Mas Ismail tampilkan di Tarling is Darling, meskipun para gadis-gadis
peformer dangdut ini tampil seksi dan kasarnya menjual tubuh dan penampilan
mereka, bersentuhan dengan sedikit pornografi dan banyak hal yang dipandang
negatif, mereka melakukan ini karena mereka membutuhkan pemasukan untuk
menopang diri mereka dan keluarganya. Setelah melalui banyak waktu dengan
industri tarling, apakah ada komentar mengenai industri ini? Apakah ada
pandangan masyarakat umum tentang dangdut yang Mas Ismail tidak setujui atau
malah makin terdukung? Apakah memang penampilan seksi itu yang menjamin
larisnya seorang penyanyi dangdut? Bagaimana nasib penyanyi seperti istri dari
Nano Romanza yang tidak ingin tampil "murahan"?
Ketika saya bilang ada Ribuan studio
rekaman, penyanyi, pengusaha panggung, hajatan, video klip dan lainnya. Teman
saya bilang, seharusnya Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) berperan, karena ini
ekonomi kreatif. Mereka tidak butuh Jakarta untuk menjadi terkenal, mereka
tidak butuh TV nasional. Mereka hanya bikin, dan di produksi dengan cara
mereka, mereka menciptakan bintang sendiri, hasilnya cukup luas, Tv lokal,
Radio Lokal, hidup,..karena lagu-lagu ini.
Dulu, Dian Record, (sebelum industri
pita kaset hancur,) ada di Cirebon. Dian Record itu gede juga sekala nasional.
Tarling jaya di Nasional oleh Nano Romanza dan Jaham secara nasional, pesaing
Rhoma Irama bersama Dian Record. Nah, sekarang jaman disc, mereka tahu cara
mempopulerkannya, tetapi dengan cara mereka.
Untuk penonton Asia, mereka tertarik
dengan buadaya sawer (Film ini sangat di minati di Taiwan bahkan mereka sudah
beli hak tayang untuk 7 kota), dan di Eropha mereka tertarik dengan kehidupan
dan musik mereka (Film ini mendapat hadiah di Jean Rouch film festival sebagai
film musikal terbaik). Beberapa penonton di Festival film, yang kebanyakan
wanita, menanyakan, kenapa suara perempuan tidak berperan dalam film. Saya
jawab, suara perempuan untuk level pendidikan rendah itu adalah seperti Piring
pecah. Piring pecah adalah suara wanita seperti istri Jaham, walaupun Jaham
bertanya, Ada Apa?, istri menjawab, Tidak ada apa-apa. Perempuan tidak pernah
to the poin pada suami, tetapi pakai perumpamaan, seperti makanan asin, kopi di
masukin garam, penanak nasi isinya sendal, baju suami dianyutkan sengaja di
kali saat nyuci,... ini adalah suara perempuan. Mereka tidak seperti di negara
maju, bahwa dialoq adalah penting. Jika pun di tanya, apa masalahnya, pasti
mereka jawab,..pikirin aja sendiri....
Kalaupun ada yang bilang sexy,
erotis,...itu tidak bisa di pukul rata. Tetapi film ini bicara tentang bisnis
hiburan, dan ini juga terjadi di kota besar atau negara maju. Kita selalu
mendengar berita skandal, dan sebagainya di kota besar dengan artis top, dalam
dunia penyanyi, film dan model,..hal rayu-merayu, sexy dan sebagainya saya rasa
biasa saja.
Saya juga bingung kok di kalangan
mereka hal itu dibilang jorok, senonok. Tetapi budaya ini datangnya dari kota,
yang mereka terapkan di desa mereka. Jaham pernah bilang..musik itu dagangan..
sekarang musimnya rok mini,...yah, rok mini,...besok celana
pendek,...yah..celana pendek. Sesuai musim dan trend.
Hampir penyanyi dangdut yang ada di
Jakarta, mereka sexy awalnya. Setelah duit banyak mereka mengurangi sexy-nya.
Dan banyak dari mereka berasal dari daerah, karena disc/video klip bajakan,
mereka sampai ke Jakarta. Dan kenapa Tarling Dangdut jarang hal itu terjadi,
karena mereka sudah menikmati uangnya. Dewi Kirana saja, untuk tahun depan saja
sudah fullbook, lebih dari 50 panggung, dan akan nambah lagi natinya. So, buat
apa Jakarta, kalau mereka sudah sibuk.
Pandangan masyarakat umum terhadap
dangdut, norak, murahan,...itu hal yang wajar. Tapi bagi saya, musik mereka
keren, kreatif dalam produksinya, dan norak. Norak itu ketika kita belum bisa
memahaminya, tetapi bagi saya Norak itu adalah bagian dari budaya, style
dangdut itu sendiri, harus norak.
Dulu, pertama kali saya membuat style
film sangat estetika sekali saat shooting dangdut. Tetapi malah saya menilainya
kok naif sekali saya. Itu sama saja, saya menyembunyikan sesuatu hal yang ada
dan memunculkan estetika saya ke dalan film tentang budaya mereka. Dan ini akan
terjadi jarak, antara onyek dan pembuat. Lalu saya berfikir, kenapa tidak saya
jadikan Norak itu sesuatu hal budaya/Cultureshock atau sesuatu trend saja. Saya
melihat tukang shooting video kawinan shootingnya cukup liar, dan inilah gaya
pantura. Seni pantura. Lalu saya rubah style shooting saya dengan cara yang
norak tapi keren, mengelitik penonton...- Karena budaya mereka memang nabrak,
campur aduk. Sepatu musim dingin dipakai di negera panas dan di panggung, jaket
musim dingin di pakai buat di panggung, Gaum pengantin di pakai buat
nyanyi...dan sebagainya. Kadang dalam satu tubuh, kita bisa lihat, budaya
Korea, jepang, Eropha dan lainnya...menjadi satu.
Saya rasa itulah warna mereka.
Saya menyukai sesuatu hal yang tidak
penting menjadi penting. Membuat sesuatu yang tidak populer sangat penuh
tantangan. Beda kalau kita membuat dengan tokoh yang sudah populer.
Dangdut Tarling, kita tidak mengenal
mereka dan musiknya, karena kita berjarak, masa bodoh dan lainnya. Tapi biar
bagaimana pun itu adalah seni musik asli Indonesia yang berkembang sesuai
dengan jaman. Saya ingin musik dangdut ini juga di setarakan dengan musik
Gamelan atau keroncong, dan diajarkan dalam universitas atau Institut kesenian,
artinya masuk ke dalam seni musik Indonesia.
Mungkin inilah satu-satunya film
tentang Tarling dangdut, atau Film Dokumenter panjang tentang Dangdut, atau
mungkin film pertama tentang Indramayu, yang di tonton masyarakat International
melalui festival film International. Banyak teman saya nonton, mereka serasa mendapatkan
aura film-film Indonesia jaman dulu, era Nyah Abas Akub dan lainnya.
Saya hanya membuat sajian yang enak di
tonton, banyak orang sebel nonton film dokumenter karena terasa berat atau di
berat-beratkan oleh pembuatnya. Saya ingin ringan, enjoy nontonnya, tetapi
misinya berat. Saya tidak mau penonton berfikir banyak saat menonton, mereka
bisa tertawa, sedih, bahkan shock. tetapi setelah menonton mereka
merenungkannya, hingga mereka mendapatkan inspirasi dari film itu. Saya ingin
memutar balik kan bahwa Dokumenter ternyata enjoy di tonton, selayaknya rasa
film fiksi.
Beberapa penonton yang saya jumpai
berasal dari Indramayu dan Cirebon, mereka menyukainya, dan salut. Bahkan
mereka jadi ingin pulang ke kampungnya, atau mereka langsung mengatakan, seperti
itulah hidup saya saat kecil di sana. Saya hanya mengangkat musik ini setinggi
yang saya mampu.
Oh ya, saya juga sudah nyicil shooting
adegan/peristiwa untuk film Tarling is Darling, volume 2.
Apakah mungkin untuk
mendapatkan izin untuk menggunakan lagu soundtrack Tarling is Darling untuk
tugas akhir saya? Saya cukup terinspirasi saat mendengar lagu Tarling is
Darling yang dinyanyikan oleh Dewi Kirana (lagu penutup film). Tugas akhir saya
memang tidak ditujukan untuk komersil, tapi akan dieksibisikan, minimal di
pameran tugas akhir universitas. Jika memungkinkan, apa saja dokumen yang harus
saya penuhi? Mungkin ada royalti yang harus saya bayarkan? Sebagai mahasiswi
tentu budgetnya tidak besar, jika ada kesempatan untuk kolaborasi atau
alternatif lainnya, saya tunggu infonya.
Silahkan, kamu bisa menggunakannya. Dan
silahkan jika kamu ingin memberikannya.
Oh ya sekarang saya
gantian bertanya.
Dari mana kamu tahu
film ini?
Apakah kamu terhibur akan
film ini?
Terima kasih.
Saya pernah tanya ke
Dewi Kirana, apa kamu tidak pingin Jakarta. Dia bilang, sekarang saja saya
sibuk banget manggung hajatan mas, gimana kalau di tambah dengan Jakarta.
Artinya mereka sudah
menjadi super star di wilayah mereka. Dan radius mereka manggung hajatan itu
sampai ke Jawa tengah, Jakarta, dan juga Lampung. Bahkan ke Hongkong dan Taiwan
untuk TKW yang memanggil mereka untuk manggung, tentu dengan bayaran. Dewi
Kirana saja satu kali manggung, itu diangka 30 Juta, saweran itu bisa
mendapatkan diangka 20'an Juta, bahkan sering dapat 40 Jutaan, hanya uang
saweran saja.
Artinya hidup sudah
nyaman, populeritas sudah ada, Fans itu tidak henti-hentinya kirim Hasil panen
ke rumahnya, mulai dari beras, ikan, dll. Kadang dia juga suka tampil di
Talkshow TV Nasional kalau ada yang bahas tentang Dangdut Pantura, tetapi dia
sebel, lagi-lagi yang diangkat hanya seputar sexy, dan aksi panggung. Walaupun
saya yakin, Dewi Kirana tidaklah erotis di Panggung.
Ada banyak penyanyi
seperti Dewi KIrana di sana, termasuk Susy Arzety, Dian Anic, dan lainnya.
Jakarta saat ini,
kekurangan ide dalam membuat lagu, makelar selalu datang ke daerah untuk
mencari lagu dengan bayaran murah, lalu di olah dikit dan dinyanyikan oleh
Artis dangdut di Jakarta. Ini yang saya kurang suka, karena mereka di bayar
cuma sekira 3-5 Juta (Harga lokal), padahal di jakarta di jual bisa 10-20 Juta
satu lagu.
Sebenarnya semua
penyanyi daerah mengimpikan Jakarta, atau mungkin itu dulu sebelum ada sosmed.
Tetapi mereka tidak tahu caranya, selalu tertipu oleh makelar Jakarta dengan
iming-iming, mentok-mentok nyanyi di karoke Cafe di Jakarta. Karena hal itu,
mereka membuat di daerah mereka, dan berhasil. Mereka sudah punya strateginya,
produksinya, dan hasilnya VDC Bajakan beredar di sejumlah wilayah di Indonesia.
Lalu booming, Jakarta dengar. Lalu datanglah tawaran dari Jakarta, untuk tampil
di Jakarta dan sebagainya hingga menetap di Jakarta. Contoh paling kongkrit
adalah Inul (Sidoarjo, Jawa Timur), dan Inul lah pelopor erotis di panggung.
Indramayu dengan Jawa
Timuran, itu sedang berlomba sekarang. Tetapi bedanya di Indramayu mereka
manggung karena ada Hajatan (Kawin, sunatan, peresmian, dll), artinya mereka
sudah di bayar tukang hajatan 30 Juta (Dewi Kirana), Saweran adalah bonus. Jawa
timur lain lagi, Pimpinan dengan panggung dan penyanyinya mendatangi daerah
kecamatan dan membuat hiburan di sana untuk masyarat setempat. Dan Jawa Timur
masih belum Industri besar seperti Indramayu. Masih beberapa group panggung
saja.
Jakarta lah yang
mencari mereka.
Dewi Sering sekali
dapat tawaran, tetapi dia tidak mau. Dan juga yang lainnya.
Ada banyak lagu bagus
yang berasal dari Indramayu, termasuk yang fenomenal "Juragan
Empang", saya ngerti banget lagu itu dari mana. Dan Inul sering
menyanyikannya di panggung TV nasional.
Langganan:
Postingan (Atom)